top of page
Search
Writer's pictureBersama Ruang Rasa

Cerita Tentang Rasa : "Memberi Waktu pada Rasa"



Melihat akun Ruang Rasa dan melihat setiap postingan yang ada kembali membuat saya merefleksikan tentang apa itu rasa di hidup saya. Usia saya 25 tahun, tapi selama itu ternyata saya belum terlalu baik dalam 'merasa' khusunya apa yang saya rasakan. Mungkin bisa dikatakan bahwa saya berhasil menutup Rasa itu sampai akhirnya saya tidak tau atau susah kembali untuk mengenal rasa yang saya rasakan. Apalagi ketika orang di sekitar saya tidak mengakui atau mencoba mengarahkan saya untuk tidak merasa. Saya kira mereka tidak menganggap bahwa rasa saya itu nyata, bahwa rasa itu seperti ingin keluar dari kepala dan hati saya. Pengalaman pahit ketika kamu bercerita, namun yang kamu dapatkan hanya arahan untuk memendam rasamu lagi. Mengikuti Ruang Rasa kembali membuat saya mengenang dan berpikir. Apakah saya kurang tepat mengekspresikan rasa ? atau kondisi saya yang memang tidak siap untuk mereka terima?


Ketika butuh dukungan untuk lebih merasa, harus kemana saya bercerita? apakah saya perlu diam dan kembali membungkusnya? atau adakah cara efektif dan paling baik untuk bercerita? saya ingin lebih dekat dengan rasa, dan saya ingin mereka juga berbagi rasa kepada saya.


Tentang rasa. Kalau dia datang, kita suka bingung harus apa? Karena dari kecil kita selalu diminta untuk cari bahagia. Sedangkan untuk bisa bertumbuh, semua macamnya rasa perlu mendapat ruangnya. Keberadaan rasa, perlu untuk kita akui juga. Tapi sedih seringnya terlalu menakutkan dan marah juga rasanya asing. Kecewa selalu yang minta lebih dari energi yang kita punya, sehingga maaf perlu waktunya yang menurut kita terlalu lama. Kalau memang manusia kaya dengan kompleksitasnya kenapa kita tidak mampu untuk memilih mana rasa yang mau dirasa?


Tentang rasa. Kalau dia datang, seringnya dia juga membawa pesan. Untuk rasa bisa membuat kita bertumbuh, caranya bukan dengan memilih tapi dengan memahami. Rasa adalah makna yang kita pilih untuk bagaimana kita bisa memahami situasi saat ini. Kadang rasa bisa terlalu berat, karena untuk merasa kita butuh sebagian besar dari energi kita. Maka, berikan waktu untuk diri ini mencoba belajar memahami perasaan.


Ada tiga waktu yang perlu kita bagikan dengan rasa.


Waktu untuk Menerima

Untuk rasa yang datang, kita tidak mungkin bisa paham dalam semalam. Kita perlu waktu untuk paham kalau tidak semua pertanyaan perlu dapat jawabnya, dan diterima ketidaktahuannya. Beri jeda, untuk kita bisa menerima. Beri jeda untuk paham, kalau rasa yang kita rasakan tidak mendefinisikan siapa kita. Kalau kamu marah, bukan berarti kamu si pemarah, kalau kamu sedih bukan berarti kamu tidak bersyukur. Beri jeda untuk kita bisa terbuka dengan rasa. Kalau saat ini bahagia masih terlalu jauh dari mungkin, kamu hanya perlu jadi jujur.


Pahami kalau rasa yang saat ini datang hanya sementara, tapi makna yang terukir bisa kita rayakan selamanya. Menolak rasa tidak membuat dia pergi dan hilang. Menolak rasa hanya membuat dia hanya bersembunyi di satu tempat, dan kita ada luka lagi barulah dia datang. Memang tidak semua rasa menyenangkan, tapi tidak ada dari mereka yang buruk. Dengan menerima, kita memperbolehkan diri kita untuk tumbuh setidaknya satu langkah, walaupun ini tidak mudah.


Waktu untuk Membuka

Sejak dulu, kita sudah terlanjur percaya kalau apa-apa harus tentang bahagia. Harus senyum jangan sedih. Tidak perlu khawatir walaupun pertanyaan masih banyak yang belum dapat jawabnya. Kali ini ternyata sudah saatnya jujur dan menerima rasa yang kita punya. Tapi, ketika mau jujur dengan rasa, bagaimana kalau lingkungan tidak bisa menerima?


Kita yang memang paling bertanggung jawab dengan rasa, namun dukungan dari orang sekitar penting juga pastinya. Namun, lingkungan kita juga punya rasa dan cerita mereka sendiri. Tidak hanya kita yang sering belum siap dengan rasa, lingkungan kita pun juga. Kamu berhak untuk bersama orang-orang yang bisa menerima situasimu dan jangan paksa mereka untuk paham. Untuk mereka yang tidak bisa menerima sama sekali, jangan salahkan mereka. Mungkin saat ini proses mereka juga masih jauh, jangan paksakan mereka untuk menyesuaikan dengan langkahmu. Beri waktu untuk kamu bertemu dengan orang yang bisa memahami ceritamu tanpa ada mereka di dalamnya. Siapapun mereka, mereka ada bukan untuk menyelesaikan masalahmu tapi untuk mendampingimu. Beri waktu untuk kamu berani bercerita dengan mereka yang juga sedang berusaha memahami mu. Beri waktu untuk kamu bisa paham, kalau tanggapan orang lain tidak akan mengubah fakta kalau kamu berhak untuk bersama dengan rasa mu.


Waktu untuk Mencoba (lagi)

Kamu tidak perlu bangkit besok hari, tapi janji pada diri sendiri kalau langkah yang diambil saat ini tujuannya adalah untuk jadi pribadi baru suatu hari nanti. Jangan paksa badan mu untuk kembali berdiri, kalau luka pada kedua kakimu masih terasa nyeri. Kalau masih terperangkap dalam rasa yang sama saat ini, beri waktu untuk diri coba lagi nanti. Beri diri waktu untuk akhirnya bisa bangkit lagi.


Memulai hari baru tidak harus lebih baik dari kemarin. Mulai hari baru artinya berani untuk mengambil resiko untuk tidak jatuh dengan hal yang sama seperti sebelumnya. Dalam perjalanannya kita mungkin jatuh lagi dan kembali mengulang waktu untuk coba menerima. Tapi tidak apa-apa, selalu ada waktu untuk kita coba lagi selama janji kita untuk jujur dengan rasa masih sama.

.

.

Waktu tidak pernah cukup tapi kita bisa adil. Waktu yang kita habiskan bisa lebih lama dari apa yang kita perkirakan, namun tidak lebih lama dari yang kita butuhkan. Pelan-pelan bukan berarti lamban. Pelan-pelan untuk kita bisa adil dalam memberi waktu pada rasa.


- Ruang Rasa



















10 views0 comments

Recent Posts

See All

コメント


Post: Blog2_Post
bottom of page